laporan praktikum satuan operasi "teknologi industri pertanian universitas jember" : EVAPORASI


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahan hasil pertanian  setelah dipanen masih melakukan aktivitas kehidupan (metabolisme) jadi memungkinkan masih adanya mikroorganisme yang dapat menyebabkan daya simpan bahan tersebut rendah. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil ertanian, penurunan aktifitas air ini akan membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan pada mikroba akan terhambat. Bahan hasil pertanian merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan tidak tahan lama. Oleh karena itu butuh penanganan lebih lanjut seperti evaporasi.
Evaporasi ditujukan untuk mendapatkan massa yang lebih pekat dengan  jalan menguapkan sebagian air yang ada pada massa cair. Evaporasi juga merupakan perlakuan pendahuluan untuk proses lebih selanjutnya misalnya pemekatan sari buah,susu cair sebelum dikeringkan dengan spray dying. Proses evaporasi selain berfungsi menurunkan aktivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan, penyimpanan, dan transportasi. Pada  umumnya proses evaporasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu suhu dan tekanan, lama evaporasi, luas permukaan, jenis bahan dan viskositas bahan serta adanya kerak.
Pada praktikum kali ini digunakan konsentrasi larutan yang berbeda dan luas permukaan yang berbeda. Dari percobaan yang dilakukan ini diharapkan mahasiswa dapat membuat neraca massa, menentukan jumlah air yang diuapkan dan konsentrasi produk hasil evaporasi. Selain itu mahasiswa juga dapat mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap laju penguapan.

1.2  Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah :
1.      Membuat neraca massa, menentukan jumlah air yang diuapkan, dan konsentrasi produk.
2.      Mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap kecepatan penguapan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Proses Evaporasi
Evaporasi   merupakan    proses   pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi   bertujuan untuk, meningkatkan   larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air Aw (Praptiningsih,1999).
Menurut Wirakartakusumah (1989) proses pengurangan kadar air dalam bahan dapat meliputi evaporasi dan pengeringan. Evaporasi ditujukan untuk mendapatkan massa yang lebih pekat dengan jalan menguapkan sebagian air yang yang ada pada massa air. Maka secara umum, evaporasi   dapat   didefinisikan   sebagai   proses   pengentalan   larutan   dengan   cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk
·    Meningkatkan  konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih lanjut. Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira tebu sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya
·    Memperkecil   volume   larutan   sehingga   dapat   menghemat   biaya pengepakan, penyimpanan dan transportasi
·    Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid terlarut sehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susu kental manis.
Pemekatan   dapat   dilakukan   melalui   penguapan,   proses   melalui membrane, dan  pemekatan beku.  Peralatan yang  digunakan  untuk memindahkan panas ke bahan bermacam-macam   bentuk dan jenisnya.  Penggunaan bermacam-macam peralatan ini akan berpengaruh pada kemudahan penguapan dan retensi zat gizi. Pada waktu air menguap dan larutan menjadi pekat, terjadi beberapa perubahan penting. Pertama zat terlarut reaktif menjadi lebih pekat dan laju kerusakan kimiawi dapat   meningkat.   Kedua   terjadi kenaikan   titik   didih. Ketiga   viskositas   larutan meningkat   dengan   tajam,   jika   viskositas   meningkat,   maka   cairan   menjadi   sulit dipanaskan.   Kesulitan   ini   menyebabkan   penyebaran   suhu   yang   tidak   seragam sehingga dapat terjadi bercak panas dan hangus. Hal ini sangat mempengaruhi retensi zat gizi. Kerusakan vitamin pada proses pemekatan hamper tidak terjadi selama proses pemekatan itu dilakukan dengan benar. Sari buah yang dikentalkan pada suhu rendah menunjukkan retensi menunjukkan retensi vitamin C sebesar 92 – 97%. Thiamin adalah perkecualian, selama pemekatan zat ini dapat mengalami susut sebesar 14 – 27%. Retensi zat gizi juga dipengaruhi oleh   lama   waktu  pemanasan   larutan   di   dalam   evaporator.   Semakin   lama   lama pemanasan maka retensi zat gizi semakin menurun (Tejasari, 2005).
Perubahan-perubahan akibat evaporasi antara lain perubahan viskositas, kehilangan aroma, kerusakan beberapa komponen gizi seperti vitamin A, protein serta perubahan lainnya seperti terjadinya pencoklatan pada bahan yang mengandung gula dan protein (Haryadi,2014)
Selama proses evaporasi bahan menjadi kental. Perubahan tersebut dapat memberikan efek yang menguntungkan maupun merugikan antara lain :
a.       Perubahan warna
Suhu evaporasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan larutan mengalami pencoklatan apalagi pada larutan yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini dikarenakan gula akan  mengalami karamelisasi apabila berada pada suhu   dan   tekanan   evaporasi   yang   cukup   tinggi,   sehingga menghasilkan kompleks warna coklat pada larutan. Peristiwa ini sebenarnya dapat dihindari dengan   menurunkan   suhu   evaporasi   serta   tekanannya.   Namun   cara ini
menyebabkan terbentuknya invert sukrosa (Supriatna, 2008).
b.      Kehilangan aroma
Beberapa bahan seperti jeruk memiliki aroma yang khas dari senyawa –senyawa volatil dan bersifat mudah menguap. Bila dilakukan proses evaporasi menggunakan suhu yang tinggi, akan menyebabkan aroma bahan ini berkurang bahkan hilang sama sekali dan menyebabkan penurunan kualitas pada bahan (Supriatna, 2008).
c.       Kerusakan komponen gizi
Beberapa   macam   vitamin   serta   protein   seperti   misalnya   Vitamin   A   dan Vitamin C sangat rentan terhadap panas. Dalam vitamin dan beberapa protein tersebut, terdapat beberapa komponen yang bersifat sensitif terhadap panas. Dan   apabila   komponen   tersebut   terkena   panas   yang   tinggi   akan mengakibatkan terjadinya degradasi dan akan menurunkan kandungan gizipada bahan makanan tersebut (Supriatna, 2008).
d.      Peningkatan viskositas cairan
Saat   proses   evaporasi   berlangsung,   terjadi   penguapan   komponen   air   dari pelarut, hal ini menyebabkan bahan semakin tinggi konsentrasinya, hal ini
akan menyebabkan viskositas cairan/bahan menjadi lebih kental (Supriatna, 2008).

2.2 Pengertian Bahan
2.2.1 Teh Instan
Teh instan merupakan hasil olahan teh yang bertujuan untuk menyederhanakan proses pembuatan seduhan teh. Selain itu pembuatan
bentuk ini juga dapat meningkatkan nilai teh mutu rendah yang dihasilkan dari proses pembuatan teh hitam yang tidak mungkin di ekspor, dan merupakan
hasil sampingan yang murah dipasaran lokal (Ciptadi dan Nasution, 1987).
Menurut Willson and Clifford (1992), teh instan dibuat dari konsentrat
ekstrak teh yang dikeringkan. Tahapan pembuatannya melalui proses seleksi bahan baku, ekstraksi, aroma stripping, cream processing, pemekatan dan
pengeringan. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), teh instan mulai dibuat
39 pada akhir abad 19 tetapi produksi skala besarnya baru dilakukan setelah
dikembangkannya alat pengering semprot spray dryer yang mampu mengeringkan konsentrat teh tanpa merusak kualitas organoleptik secara signifikan.
Varnam dan Sutherland (1994) menambahkan, ekstraksi merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan teh instan Pada tahap ini ekstraksi dilakukan dengan menggunakan air panas pada suhu sekitar 80 – 90 C, dengan sistem kontinyu. Setelah tahap ekstraksi maka dilakukan proses pemisahan aroma aroma stripping yang melibatkan inert gas seperti nitrogen. Tujuan dari pemisahan aroma ini adalah untuk menjaga kualitas teh instan yang dihasilkan karena efek pengolahan yang membuat aroma menjadi menyimpang. Pada tahapan akhir, komponen aroma akan ditambahkan kembali pada konsentrat ekstrak. Tahap ketiga adalah penghilangan krim tea cream processing yang bertujuan untuk menghilangkan krim yang terbentuk pada ekstrak teh karena adanya proses pendinginan, sehingga dapat membuat penampakan yang kurang diterima oleh konsumen. Tahap keempat adalah pemekatan, dimana ekstrak teh tadi dipekatkan dengan menggunakan evaporator dalam keadaan vakum untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat panas. Tahap akhir adalah pengeringan dengan menggunakan pengering semprot. Pada tahap ini kehilangan aroma akibat suhu panas dapat dikurangi dengan memekatkan teh hingga memiliki konsentrasi padatan yang cukup tinggi sehingga waktu pengeringan akan semakin singkat. Selain itu, kerusakan komponen bioaktifnya pun dapat diminimalkan karena proses pengeringannya singkat dan bahan tidak kontak langsung dengan medium pemanas dalam waktu yang lama.
Untuk mengetahui standar mutu teh instan dapat dilihat pada tabel 1 (SNI 01-7707-2011)
Tabel 1. Standar Mutu Teh Instan menurut SNI (Standar Nasional Indonesia)
Uraian
Satuan
Persyaratan
Keadaan


Bau

Normal
Rasa

Normal
Bahan Pewangi yang tersisa
% bobot
Maks 2
Air
% bobot
Maks 8
Abu
% bobot
4 – 7
Pewarna

Sesuai SNI 0222-1995
Cemaran logam :


Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 2,0
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 150
Arsen (As)
mg/kg
Maks 1
Seng (Zn)

Maks 40
Raksa (Hg)

Maks 0,03
Timah (Sn)

Maks 40
Pemeriksaan Mikrobiologi :


Angka Lempeng Total
koloni/g
Maks. 3 x 103
Kapang
koloni/g
Maks. 1 x 104
Coliform
APM/g
Maks. 1 x 102
(SNI 01-7707-2011)

2.2.2 Kopi Instan
Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut air tanpa meninggalkan endapan. Menurut Siswoputranto (1993), kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) tanpa meninggalkan ampas. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian, penggilingan, ekstraksi, pengeringan, dan pengemasan produk. Berdasarkan SNI 01-2983-1992, kopi instan adalah produk kering yang mudah larut dalam air, diperoleh dengan mengekstrak biji tanaman kopi yang telah disangrai, hanya dengan menggunakan air.
Keuntungan utama dari kopi instan adalah kopi instan memungkinkan konsumen untuk membuat kopi tanpa peralatan lain selain cangkir dan pengaduk, secepat memanaskan air. Beberapa pelanggan yang terbiasa mengkonsumsi kopi instan, bahkan tidak mengenal rasa dari kopi yang diseduh secara tradisional (Sumahamijaya 2011). Pengolahan kopi instan sangat tergantung dari proses sebelumnya. Pada penggilingan, biji kopi yang berbeda ukuran harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. (Ridwansyah,2009). Untuk mengetahui standar mutu kopi instan dapat dilihat pada tabel 2 (SNI 01-2983-1992)
Tabel 2. Standar Mutu Kopi Instan menurut SNI (Standar Nasional Indonesia)
Uraian
Satuan
Persyaratan
Keadaan


Bau

Normal
Rasa

Normal
Air
% bobot
Maks 4
Abu
% bobot
7 – 14
Kealkalian Abu
ml 1 N NaOH/100g
80 – 140
Kafein
% bobot
2 – 8
Jumlah gula (sebagai gula pereduksi)
% bobot
Maks 10
Padatan yang tidak larut dalam air
% bobot
Maks 0,25
Cemaran logam :


Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 30
Arsen (As)
mg/kg
Maks 1
Pemeriksaan Mikrobiologi :


Kapang
koloni/g
Maks. 50
Jumlah bakteri
koloni/g
Lebih kecil dari 300
(SNI 01-2983-1992)
2.2.3 Air
Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H2O yang berikatan secara kovalen, ikatan ini terbentuk akibat dari terikatnya electron secara bersama. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat tiga macam bentuk air, yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat, dan air sebagai benda gas atau uap (Suryanta,2012). Air berubah dari suatu bentuk kebentuk yang lainnya tergantung pada waktu dan tempat serta temperaturnya. Pemakaian air secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air untuk keperluan pembangkit energi, air untuk keperluan industri dan air untuk keperluan publik. (Achmad, 2011).
Berikut merupakan sifat fisik dan sifat kimia air menurut sciencelab, msds:
-   Bentuk fisik Liquid/cair
-   Tidak berbau
-   Memiliki berat molekul 18.02 gr/mol
-   Tidak berwarna
-   pH netral yaitu 7
-   memiliki titik didih 100oC (212oF)
-   specific gravity 1
-   Berat jenis Uap 0.62 pada tekanan 1 atm
-   Tekanan uap 2.3 kPa pada kondisi suhu 20oC (Aziz, 2013)

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Evaporasi
Menurut Wirakartakusumah (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi terhadap kecepatan penguapan, perubahan komponen kimia bahan pangan dan lainnya :
1.      Suhu dan Tekanan
Suhu evaporasi berpengaruh pada kecepatan penguapan. Makin tinggi suhu evaporasi maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Namun, penggunaan suhu yang tinggi dapat menyebabkan beberapa bahan yang sensitive terhadap panas mengalami kerusakan. Untuk memperkecil  resiko kerusakan  tersebut maka   suhu   evaporasi   yang   digunakan   harus   rendah.   Suhu   evaporasi   dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan evaporator.
2.      Lama Evaporasi
Makin tinggi  suhu   evaporasi maka  penguapan   yang terjadi  semakin cepat. Semakin lama evaporasi yang terjadi maka semakin banyak zat gizi yang hilang dari bahan pangan. Suhu evaporasi seharusnya dilakukan serendah mungkin dan waktu proses juga dilakukan sesingkat mungkin
3.      Luas permukaan
Dengan lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan bahan pangan yang  berhubungan  langsung  dengan  medium pemanasan dan lebih banyak air yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi semakin cepat. Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan bahan pangan sensitive panas yang hilang dari bahan pangan.
4.      Jenis Bahan dan Viskositas Cairan
Jenis   bahan   juga   mempengaruhi   teknik   evaporasi   yang   digunakan.   Seperti halnya   pada   pembuatan   sari   buah   yang   sangat   pekat   yang   cepat   sekali meningkat   viskositasnya   ketika   dipanaskan,   sehingga   diperlukan   perlakuan khusus untuk menurunkan kekentalannya misalnya dengan menggunakan teknik ultrasonic. Sebagian  jenis makanan ada  yang  mengandung komponen yang sangat korosif terhadap  permukaan alat  penukar  panas, sehingga sebaiknya menggunakan   bahan   dari   stainless   steel   dalam   pembuatan   alat   evaporasi. Makin tinggi viskositas cairan, tingkat sirkulasi akan menurun, sehingga menurunkan koefisien transfer panas. Hal ini akan menghambat proses   penguapan. Selama   proses evaporasi viskositas larutan akan mengalami kenaikan karena meningkatnya konsentrasi Larutan gula yang mengalami proses evaporasi kadar airnya akan berkurang dan terjadi proses gula invert (penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa). Berkurangnya air dalam larutan gula menyebabkan jumlah padatan terlarutnya semakin besar sehingga larutan menjadi kental (Winarno, 2002)
5.      Adanya kerak
Selama proses evaporasi adanya padatan yang tersuspensi dalam cairan akan menimbulkan   kerak   pada   evaporator.   Adanya   kerak   tersebut   menyebabkan koefisien   transfer   panas   mengalami   penurunan   sehingga   proses   penguapan terhambat.




BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1.      Beaker Glass 250ml
2.      Beaker Glass 500ml
3.      Neraca Digital
4.      Kertas
5.      Sendok
6.      Hot Plate
7.      Penggaris
8.      Tissue
3.1.2 Bahan
1.      Tea Jus
2.      Luwak White Koffie
3.      Air

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja
a. Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
Text Box: Penyiapan Bahan + BG 250 ml + air
Text Box: Penimbangan 
 

Oval: 10 gram bahan
+ 90 gram air
       Oval: 20 gram bahan
+ 80 gram air
     Oval: 30 gram bahan
+ 70 gram air
 

Text Box: Pemanasan 15’ dan 15’’
Text Box: Penimbangan setiap 15’
Text Box: Perhitungan ∑ uap , konsentrasi produk dan neraca massa

b. Skema Kerja Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Text Box: Penyiapan BG 250 ml Text Box: Penyiapan BG 500 ml
Text Box: Penimbangan, Pengukuran Diameter, Perhitungan luas BG 
Oval: 10 gram bahan
+ 100 gram air
Text Box: Pemanasan secara bersamaan
Text Box: Penimbangan
Text Box: Perhitungan kecepatan penguapan

3.2.2 Fungsi Perlakuan
a. Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
            Pada praktikum evaporasi perbedaan konsentrasi, dibutuhkan larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda yang bertujuan untuk mendapatkan pengaruh konsentasi dengan hasil evaporasi. Bahan yang digunakan untuk membuat larutan adalah tea jus, luwak white coffe dan air.
            Perlakuan yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan 3 beaker glass 250ml yang diberi label sesuai konsentasi larutan. Lalu masing-masing beaker glass ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mendapatkan berat dari setiap beaker glass yang digunakan. Kemudian bahan (tea jus dan luwak white cofee) ditimbang menggunakan neraca digital dan kertas masing-masing 10 gram, 20 gram dan 30 gram penggunaan neraca digital agar penimbangan akurat dan didapat berat bahan yang tepat. Kemudian tea jus dimasukkan ke dalam beaker glass sesuai konsentasi yang digunakan. Perlakuan selanjutnya yaitu penambahan air pada beaker glass masing-masing 90 ml, 80ml dan 70 ml. Penambahan air ini untuk mendapatkan larutan yang memiliki konsentrasi masing-masing 10%, 20% dan 30%. Setelah itu diaduk menggunakan sendok sampai tidak ada endapan yang berada dibawah, hal ini bertujuan agar bahan benar-benar larut dalam air. Kemudian beaker glass yang telah berisi larutan, ditimbang menggunkan neraca digital untuk mendapatkan berat sample dan wadah awal. Setelah berat dari masing-masing beaker glass didapatkan, dilakukan pemanasan terhadap masing-masing larutan sample selama 15’ menggunakan hot plate. Pemanasan ini bertujuan untuk mengevaporasi larutan sample. Setelah itu, masing-masing beaker glass ditimbang kembali menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat sampel+ wadah setelah evaporasi 15’. Pada saat penimbangan, harus diberi alas kertas agar berat yang didapat konstan. Kemudian masing-masing beaker glass yang berisi larutan sample tersebut, dipanaskan kembali selama 15’ menggunakan hot plate. Pemanasan kedua kali ini untuk mendapatkan perbandingan evaporasi dengan lama waktu yang berbeda. Setelah itu, masing-masing beaker glass ditimbang kembali menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat sampel+ wadah setelah evaporasi 30’. Pada saat penimbangan, harus diberi alas kertas agar berat yang didapat konstan. Perlakuan yang terakhir adalah perhitungan ∑ uap, konsentrasi produk dan neraca massa dengan menggunakan data yang telah didapatkan.
b. Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Pada praktikum evaporasi perbedaan luas permukaan, dibutuhkan wadah dengan diameter yang berbeda-beda yang bertujuan untuk mendapatkan pengaruh luas permukaan dengan hasil evaporasi. Bahan yang digunakan untuk membuat larutan adalah tea jus, luwak white coffe dan air. Wadah yang digunakan adalah beakerglass 250ml dan 500ml.
Perlakuan yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan 2 beaker glass dengan volume 250ml dan 500ml. Lalu masing-masing beaker glass ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mendapatkan berat dari setiap beaker glass yang digunakan. Setelah itu masing-masing beaker glass diukur diameter bagian bawahnya menggunakan penggaris, hal ini bertujuan untuk mendapatkan diameter pada masing-masing beaker glass yang akan digunakan untuk mengitung luas permukaan. Kemudian ditimbang 10 gram bahan (tea jus dan luwak white cofee) ditimbang menggunakan neraca digital dan kertas sebanyak 2x penggunaan neraca digital agar penimbangan akurat dan didapat berat bahan yang tepat. Kemudian bahan (tea jus dan luwak white coffe) dimasukkan ke dalam masing-masing beaker glass dan ditambahkan  air sampai 100ml. Penambahan air ini untuk mendapatkan larutan yang memiliki konsentrasi yang sama, yaitu 10%. Setelah itu diaduk menggunakan sendok sampai tidak ada endapan yang berada dibawah, hal ini bertujuan agar bahan benar-benar larut dalam air. Kemudian masing-masing beaker glass yang telah berisi larutan, ditimbang menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat air mula-mula. Setelah berat dari masing-masing beaker glass didapatkan, dilakukan pemanasan terhadap masing-masing larutan sampel selama 15’ menggunakan hot plate. Pemanasan ini bertujuan untuk mengevaporasi larutan sampel. Setelah itu, masing-masing beaker glass ditimbang kembali menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat air setedlah evaporasi 15’. Pada saat penimbangan, harus diberi alas kertas agar berat yang didapat konstan. Perlakuan yang terakhir adalah perhitungan kecepatan penguapan dengan menggunakan data yang telah didapatkan.

BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
Sample
Berat Wadah (g)
Berat Sample + Wadah Awal (g)
Berat Sample + Wadah Sesudah Evaporasi (g)
15’
15”
Kopi




Larutan 10 : 90
100
195.6
194.2
189
Larutan 20 : 80
101.2
205.7
204.7
200
Larutan 30 : 70
67.2
162.8
162.5
160
Teajus




Larutan 10 : 90
102.7
203.6
201.7
196
Larutan 20 : 80
64.1
161.4
158.1
149.6
Larutan 30 : 70
63.5
161
158.9
152.4
4.1.2 Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Pengamatan
Beaker glass 250 ml
Beaker glass 300 ml
Kopi


Berat air mula-mula
151.9 gr
286.5 gr
Berat air setelah penguapan (15’)
148.2 gr
282.3 gr
Tea jus


Berat air mula-mula
162.8 gr
296.3 gr
Berat air setelah penguapan (15’)
159.4 gr
293.7 gr





4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1  Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
Sample
Berat Uap Air (g)
Konsentrasi Produk (%)
15’
15”
15’
15”
Kopi




Larutan 10 : 90
1.4
5.2
10.62
11.24
Larutan 20 : 80
1
4.7
19.32
20.24
Larutan 30 : 70
0.3
2.5
31.48
32.33
Teajus




Larutan 10 : 90
1,9
5.7
10.1
10.7
Larutan 20 : 80
6
8.5
21.27
23.39
Larutan 30 : 70
2.1
6.5
31.44
33.74
4.1.2 Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Pengamatan
Beaker glass 250 ml
Beaker glass 300 ml
Kopi


Luas permukaan (cm2)
15.90
38.47
Kecepatan penguapan (g/menit)
0.25
0.28
Teajus


Luas permukaan (cm2)
19.625
33.16625
Kecepatan penguapan (g/menit)
0.226
0.173


BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
Dari praktikum evaporasi Perbedaan Konsentrasi, praktikan diminta untuk membuat neraca massa, menghitung berat uap air  dan konsentrasi produk yang dihasilkan. Untuk pembuatan neraca massa menggunakan rumus:
Berat bahan yang masuk = Berat bahan yang keluar
Feed                    = (produk + uap).
Untuk menghitung berat uap air, menggunakan rumus:
            mv = (berat akhir-berat awal)g
Untuk menghitung konsentrasi produk sesudah evaporasi, menggunakan rumus:
            Xp =        Berat solid             x 100%
                        Berat (air+ solid)
a.       Kopi Instan
Bahan pertama yang diuji adalah kopi instan dengan merk “luwak white koffie”. Bahan dilarutkan dengan air dan divariasi konsentrasinya mulai dari 10%, 20% dan 30%. Beaker glass yang digunakan pada larutan konsentrasi 10%  ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 100 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang, berat yang didapat sebesar 195,6 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan (feed) 10%, dan didapatkan hasil sebesar 95,6 gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 194,2 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 94,2 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 1,4 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 10% adalah 10,62 g%. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 189 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 89 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 5,2 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 10% adalah 11,24 %.
Pada larutan konsentrasi 20%,  beaker glass yang digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 101,2 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 20% dan ditimbang, berat yang didapat sebesar 205,7 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan (feed) 20%, dan didapatkan hasil sebesar 104,5 gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 204,7 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 103,5 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 1 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan 20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 20% adalah 19,32 g%. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 200 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 98,8 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 4,7 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 20% adalah 20,24 %.
Pada larutan konsentrasi 30%,  beaker glass yang digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 67,2 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 30% dan ditimbang, berat yang didapat sebesar 162,8 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan (feed) 30%, dan didapatkan hasil sebesar 95,6 gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 162,5 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 95,3 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 0,3 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 30% adalah 31,48 %. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 160 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 92,8 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 2,5 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 30% adalah 32,33 %.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin lama waktu evaporasi yang dilakukan maka semakin tinggi konsentrasi larutan yang didapat. Hal ini sejalan dengan Wirakartakusumah (1989) yang menyatakan semakin lama evaporasi yang terjadi maka semakin pekat larutan yang dihasilkan. waktu pemanasan akan mempengaruhi penguapan air dari larutan, sehingga semakin lama waktu evaporasi yang digunakan akan menyebabkan konsentrasi larutan semakin tinggi.  
b.      Teh Instan
Bahan kedua yang diuji adalah teh instan dengan merk “tea jus”. Bahan dilarutkan dengan air dan divariasi konsentrasinya mulai dari 10%, 20% dan 30%. Beaker glass yang digunakan pada larutan konsentrasi 10%  ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 102,7 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang, berat yang didapat sebesar 203,6 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan (feed) 10%, dan didapatkan hasil sebesar 109,9 gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 201,7 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 99 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 1,9 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 10% adalah 10,1 g%. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 196 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 93,3 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 5,7 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 10% adalah 10,7 %.
Pada larutan konsentrasi 20%,  Beaker glass yang digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 64,1 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 20% dan ditimbang, berat yang didapat sebesar 161,4 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan (feed) 20%, dan didapatkan hasil sebesar 100 gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 158,1 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 94 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 6 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan 20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 20% adalah 21,27 %. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 149,6 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 85,5 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 8,5 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 20% adalah 23,39 %.
Pada larutan konsentrasi 30%,  Beaker glass yang digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 63,5 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 30% dan ditimbang, berat yang didapat sebesar 161 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan (feed) 30%, dan didapatkan hasil sebesar 97,5 gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 158,9 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 95,4 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 2,1 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 30% adalah 31,44 %. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 152,4 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 88,9 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 6,5 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 30% adalah 33,74 %.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin lama waktu evaporasi yang dilakukan maka semakin tinggi konsentrasi larutan yang didapat. Hal ini sejalan dengan Wirakartakusumah (1989) yang menyatakan semakin lama evaporasi yang terjadi maka semakin pekat larutan yang dihasilkan. waktu pemanasan akan mempengaruhi penguapan air dari larutan, sehingga semakin lama waktu evaporasi yang digunakan akan menyebabkan konsentrasi larutan semakin tinggi.  
                                                                               
5.2 Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Dari praktikum evaporasi perbedaan luas permukaan, praktikan diminta untuk menghitung kecepatan penguapan yang dipengaruhi oleh luas permukaan. Wadah yang digunakan yaitu beaker glass dengan volume 250ml dan 500ml. Dan bahan yang digunakan yaitu kopi instan “luwak white koffie” dan teh instan “tea jus”.  Untuk menghitung luas permukaan beaker glass, menggunakan rumus:
Luas = π r2
Untuk menghitung kecepatan evaporasi, menggunakan rumus:
            Kecepatan evaporasi  =   Berat awal - Berat akhir    x 100%
                                                           Waktu (menit)
a.       Kopi Instan
Bahan pertama yang diuji adalah kopi instan dengan merk “Luwak White Koffie”. Beaker glass 250 ml diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk mendapatkan diameter nya yaitu 4,5 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunakan untuk menghitung luas permukaan dan didapatkan hasil sebesar 15,896 cm2. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui berat air mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 151,9 gr. Setelah dilakukan penguapan (evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat air setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 148,2 gr. Dari data tersebut dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 250 ml dan didapatkan hasil sebesar 0,25 gr/mnt.
Pada beaker glass 500 ml, beaker glass diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk mendapatkan diameter nya yaitu 7 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunakan untuk menghitung luas permukaan dan didapatkan hasil sebesar 38,456 cm2. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui berat air mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 286,5 gr. Setelah dilakukan penguapan (evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat air setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 282,3 gr. Dari data tersebut dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 500 ml dan didapatkan hasil sebesar 0,28 gr/mnt.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin luas permukaan yang terkena panas maka semakin cepat penguapan (evaporasi) yang terjadi. Hal ini sejalan dengan Wirakartakusumah (1989) yang menyatakan bahwa dengan lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan bahan pangan yang  berhubungan  langsung  dengan  medium pemanasan dan lebih banyak air yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi semakin cepat. Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan bahan pangan sensitive panas yang hilang dari bahan pangan.

b.      Teh Instan
Bahan kedua yang diuji adalah teh instan dengan merk “Tea Jus”. Beaker glass 250 ml diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk mendapatkan diameter nya yaitu 5 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunkan untuk menghitung luas permukaan dan didapatkan hasil sebesar 19,625 cm2. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui berat air mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 162,8 gr. Setelah dilakukan penguapan (evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat air setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 159,4 gr. Dari data tersebut dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 250 ml dan didapatkan hasil sebesar 0,226 gr/mnt.
Pada beaker glass 500 ml, beaker glass diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk mendapatkan diameter nya yaitu 6,5 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunkan untuk menghitung luas permukaan dan didapatkan hasil sebesar 33,16625 cm2. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui berat air mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 296,3 gr. Setelah dilakukan penguapan (evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat air setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 293,7 gr. Dari data tersebut dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 500 ml dan didapatkan hasil sebesar 0,173 gr/mnt.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin luas permukaan yang terkena panas maka semakin lambat penguapan (evaporasi) yang terjadi. Hal ini berbeda dengan Wirakartakusumah (1989) yang menyatakan bahwa dengan lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan bahan pangan yang  berhubungan  langsung  dengan  medium pemanasan dan lebih banyak air yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi semakin cepat. Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan bahan pangan sensitive panas yang hilang dari bahan pangan. Hal ini diduga karena pengaruh permukaan yang tidak mengenai pemanas dengan rata, serta pengadukan belum optimal sehingga masih ada endapan.

BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
            Berdasarkan dari praktikum yang kami lakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Evaporasi merupakan proses   pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Evaporasi   bertujuan untuk meningkatkan   larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air Aw
2. Faktor yang mempengaruhi evaporasi antara lain waktu evaporasi dan luas permukaan. Semakin lama waktu evaporasi yang dilakukan maka semakin besar konsentrasi larutan yang didapatkan. Dan semakin luas permukaan yang mengenai pemanas maka semakin cepat laju evaporasi yang terjadi.
6.2 Saran
Sebaiknya dijelaskan literatur apa saja yang harus dimasukkan ke dalam laporan, sehingga praktikan dapat mengerti pengaruh perlakuan terhadap hasil praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F. M. 2011. Menyiasati Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Pertanian Masa Depan. Buletin Iptek Tanaman Pangan, 3-5.

Aziz, T. 2013. Pengaruh Penambahan Tawas Al2(SO4)3 dan Kaporit Ca(OCl)2 Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Air Sungai Lambidaro. Jurnal Teknik Kimia, 6-11.

Ciptadi, W. dan M.Z. Nasution. 1987. Pemanfaatan Teh hitam Mutu Rendah Untuk Pembuatan Teh Dadak. Kanisius. Yogyakarta : Kanisius

Haryadi. 2014. Evaporator. Yogyakarta : Kanisius.

Praptiningsih, Yhulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan UNEJ

Ridwansyah. 2009. Pengolahan Kopi. Sumatera Utara : Digital Library. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Jakarta : Kanisius.

SNI 01-07707. 2011. Standar Nasional Indonesia untuk Teh. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

SNI 01-2983. 1992. Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Instan. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Sumahamijaya I. 2011. CHE Around Us : Instant Coffee. Gramedia. Jakarta

Supriatna, A. 2008. Uji Performansi Dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Bogor : IPB

Suryanta. 2012. Pengolahan Air Sumur Untuk Bahan BAku Air Minum. Water Treatment, 1-12.

Tejasari. 2005. Nilai-Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Varnam A. H. And Sutherland P. J. 1994. Beverages Technology, Chemistry and Microbiology. London : Chapman & Hall.

Willson, K.C. dan M.N. Clifford. 1992. Tea Cultivation to Consumption. London : Chapman and Hall.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah, dkk. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IPB






LAMPIRAN PERHITUNGAN

Acara 2. Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
·         Teh Instan
-          Luas Permukaan Beaker Glass
Diketahui          : - beaker glass 250 ml
                               diameter = 5 cm
                               jari-jari = 2,5 cm
                             - beaker glass 500 ml
                               diameter = 6,5 cm
                               jari-jari = 3,25 cm
Ditanyakan        : a. luas permukaan beaker glass 250 ml
                             b. luas permukaan beaker glass 500 ml
Jawab                :
a.    Luas permukaan beaker glass 250 ml =
= 3,14 x (2.5)2
= 3,14 x 6,25
= 19,625 cm2
b.    Luas permukaan beaker glass 500 ml =
= 3,14 x (3,25)2
= 3,14 x 10,5625
= 33,16625 cm2
-     Kecepatan evaporasi
Diketahui          : - beaker glass 250 ml
                               berat air mula mula = 162,8 gram
                               berat air setelah penguapan = 159,4 gram
                             - beaker glass 500 ml
                               berat air mula mula = 296,3 gram
                               berat air setelah penguapan = 293,7 gram
                             - waktu = 15 menit
Ditanyakan          : a. kecepatan evaporasi pada beaker glass 250 ml
                               b. kecepatan evaporasi pada beaker glass 500 ml
Jawab                :
a.       Kecepatan evaporasi pada beaker glass 250 ml
=
=
=
= 0,226 gram / menit
b.      Kecepatan evaporasi pada beaker glass 500 ml
=
=
= 0,173 gram / menit

·         Kopi Instan
-          Luas Permukaan Beaker Glass
Diketahui          : - beaker glass 250 ml
                               diameter = 4,5 cm
                               jari-jari = 2,25 cm
                             - beaker glass 500 ml
                               diameter = 7 cm
                               jari-jari = 3,5 cm
Ditanyakan        : a. luas permukaan beaker glass 250 ml
                             b. luas permukaan beaker glass 500 ml
Jawab                :
c.       Luas permukaan beaker glass 250 ml               =
= 3,14 x (2.25)2
= 3,14 x 5,0625
= 15,896 cm2
d.      Luas permukaan beaker glass 500 ml =
= 3,14 x (3,5)2
= 3,14 x 12,25
= 38,456 cm2

-          Kecepatan evaporasi
Diketahui          : - beaker glass 250 ml
                               berat air mula mula = 151,9 gram
                               berat air setelah penguapan = 148,2 gram
                             - beaker glass 500 ml
                               berat air mula mula = 286,5 gram
                               berat air setelah penguapan = 282,3 gram
                             - waktu = 15 menit
Ditanyakan          : a. kecepatan evaporasi pada beaker glass 250 ml
                               b. kecepatan evaporasi pada beaker glass 500 ml
Jawab                :
c.       Kecepatan evaporasi pada beaker glass 250 ml
=
=
=
= 0,25 gram / menit
d.      Kecepatan evaporasi pada beaker glass 500 ml
=
=
=
= 0,28 gram / menit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan praktikum satuan operasi "teknologi industri pertanian universitas jember" : PENGAYAKAN

laporan praktikum satuan operasi "teknologi industri pertanian universitas jember" : SEDIMENTASI