laporan praktikum satuan operasi "teknologi industri pertanian universitas jember" : EVAPORASI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan hasil pertanian setelah dipanen masih
melakukan aktivitas kehidupan (metabolisme) jadi memungkinkan masih adanya
mikroorganisme yang dapat menyebabkan daya simpan bahan tersebut rendah. Salah
satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menurunkan aktivitas air dalam bahan
hasil ertanian, penurunan aktifitas air ini akan membuat bahan lebih awet
karena proses pertumbuhan pada mikroba akan terhambat. Bahan hasil pertanian
merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan tidak tahan lama. Oleh karena itu
butuh penanganan lebih lanjut seperti evaporasi.
Evaporasi ditujukan untuk mendapatkan massa yang lebih pekat dengan jalan menguapkan sebagian air yang ada pada
massa cair. Evaporasi juga merupakan perlakuan pendahuluan untuk proses lebih
selanjutnya misalnya pemekatan sari buah,susu cair sebelum dikeringkan dengan
spray dying. Proses evaporasi selain berfungsi menurunkan aktivitas air,
evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan
evaporasi akan memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya
pengepakan, penyimpanan, dan transportasi. Pada
umumnya proses evaporasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu suhu dan
tekanan, lama evaporasi, luas permukaan, jenis bahan dan viskositas bahan serta
adanya kerak.
Pada praktikum kali ini digunakan konsentrasi larutan yang
berbeda dan luas permukaan yang berbeda. Dari percobaan yang dilakukan ini
diharapkan mahasiswa dapat membuat neraca massa, menentukan jumlah air
yang diuapkan dan konsentrasi produk hasil evaporasi. Selain itu mahasiswa juga
dapat mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap laju penguapan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah :
1.
Membuat neraca massa,
menentukan jumlah air yang diuapkan, dan konsentrasi produk.
2.
Mengetahui pengaruh luas permukaan
terhadap kecepatan penguapan
BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Proses Evaporasi
Evaporasi merupakan proses
pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di
dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut,
memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air Aw (Praptiningsih,1999).
Menurut Wirakartakusumah (1989) proses pengurangan kadar air dalam bahan
dapat meliputi evaporasi dan pengeringan. Evaporasi ditujukan untuk mendapatkan
massa yang lebih pekat dengan jalan menguapkan sebagian air yang yang ada pada
massa air. Maka secara umum, evaporasi
dapat didefinisikan sebagai
proses pengentalan larutan
dengan cara mendidihkan atau
menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi
bertujuan untuk
· Meningkatkan
konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih lanjut.
Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira tebu
sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya
· Memperkecil
volume larutan sehingga
dapat menghemat biaya pengepakan, penyimpanan dan
transportasi
· Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan
konsentrasi solid terlarut sehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan
susu kental manis.
Pemekatan dapat dilakukan
melalui penguapan, proses
melalui membrane, dan pemekatan
beku. Peralatan yang digunakan
untuk memindahkan panas ke bahan bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Penggunaan bermacam-macam peralatan ini akan
berpengaruh pada kemudahan penguapan dan retensi zat gizi. Pada waktu air
menguap dan larutan menjadi pekat, terjadi beberapa perubahan penting. Pertama
zat terlarut reaktif menjadi lebih pekat dan laju kerusakan kimiawi dapat meningkat.
Kedua terjadi kenaikan titik
didih. Ketiga viskositas larutan meningkat dengan
tajam, jika viskositas
meningkat, maka cairan
menjadi sulit dipanaskan. Kesulitan
ini menyebabkan penyebaran
suhu yang tidak
seragam sehingga dapat terjadi bercak panas dan hangus. Hal ini sangat
mempengaruhi retensi zat gizi. Kerusakan vitamin pada proses pemekatan hamper
tidak terjadi selama proses pemekatan itu dilakukan dengan benar. Sari buah
yang dikentalkan pada suhu rendah menunjukkan retensi menunjukkan retensi
vitamin C sebesar 92 – 97%. Thiamin adalah perkecualian, selama pemekatan zat
ini dapat mengalami susut sebesar 14 – 27%. Retensi zat gizi juga dipengaruhi oleh lama
waktu pemanasan larutan
di dalam evaporator.
Semakin lama lama pemanasan maka retensi zat gizi semakin
menurun (Tejasari, 2005).
Perubahan-perubahan akibat evaporasi antara lain
perubahan viskositas, kehilangan aroma, kerusakan beberapa komponen gizi
seperti vitamin A, protein serta perubahan lainnya seperti terjadinya
pencoklatan pada bahan yang mengandung gula dan protein (Haryadi,2014)
Selama proses evaporasi bahan menjadi kental.
Perubahan tersebut dapat memberikan efek yang menguntungkan maupun merugikan
antara lain :
a.
Perubahan warna
Suhu evaporasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan larutan mengalami pencoklatan
apalagi pada larutan yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini dikarenakan
gula akan mengalami karamelisasi apabila
berada pada suhu dan tekanan
evaporasi yang cukup
tinggi, sehingga menghasilkan kompleks
warna coklat pada larutan. Peristiwa ini sebenarnya dapat dihindari dengan menurunkan
suhu evaporasi serta
tekanannya. Namun cara ini
menyebabkan terbentuknya invert sukrosa (Supriatna, 2008).
b.
Kehilangan aroma
Beberapa bahan seperti jeruk memiliki aroma yang khas
dari senyawa –senyawa volatil dan bersifat mudah menguap. Bila dilakukan proses
evaporasi menggunakan suhu yang tinggi, akan menyebabkan aroma bahan ini berkurang
bahkan hilang sama sekali dan menyebabkan penurunan kualitas pada bahan (Supriatna, 2008).
c.
Kerusakan komponen
gizi
Beberapa macam vitamin
serta protein seperti
misalnya Vitamin A
dan Vitamin C sangat rentan terhadap
panas. Dalam vitamin dan beberapa protein tersebut,
terdapat beberapa komponen yang bersifat sensitif terhadap panas. Dan apabila komponen
tersebut terkena panas
yang tinggi akan mengakibatkan
terjadinya degradasi dan akan menurunkan kandungan gizipada bahan makanan
tersebut (Supriatna,
2008).
d.
Peningkatan viskositas cairan
Saat proses evaporasi
berlangsung, terjadi penguapan
komponen air dari pelarut, hal ini menyebabkan bahan
semakin tinggi konsentrasinya, hal ini
akan menyebabkan viskositas cairan/bahan menjadi lebih kental (Supriatna, 2008).
2.2 Pengertian Bahan
2.2.1 Teh Instan
Teh instan merupakan hasil olahan teh
yang bertujuan untuk menyederhanakan proses pembuatan seduhan teh. Selain itu
pembuatan
bentuk ini juga dapat meningkatkan nilai teh mutu rendah yang dihasilkan dari proses pembuatan teh hitam yang tidak mungkin di ekspor, dan merupakan
hasil sampingan yang murah dipasaran lokal (Ciptadi dan Nasution, 1987).
bentuk ini juga dapat meningkatkan nilai teh mutu rendah yang dihasilkan dari proses pembuatan teh hitam yang tidak mungkin di ekspor, dan merupakan
hasil sampingan yang murah dipasaran lokal (Ciptadi dan Nasution, 1987).
Menurut Willson and Clifford (1992),
teh instan dibuat dari konsentrat
ekstrak teh yang dikeringkan. Tahapan pembuatannya melalui proses seleksi bahan baku, ekstraksi, aroma stripping, cream processing, pemekatan dan
pengeringan. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), teh instan mulai dibuat
39 pada akhir abad 19 tetapi produksi skala besarnya baru dilakukan setelah
dikembangkannya alat pengering semprot spray dryer yang mampu mengeringkan konsentrat teh tanpa merusak kualitas organoleptik secara signifikan.
ekstrak teh yang dikeringkan. Tahapan pembuatannya melalui proses seleksi bahan baku, ekstraksi, aroma stripping, cream processing, pemekatan dan
pengeringan. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), teh instan mulai dibuat
39 pada akhir abad 19 tetapi produksi skala besarnya baru dilakukan setelah
dikembangkannya alat pengering semprot spray dryer yang mampu mengeringkan konsentrat teh tanpa merusak kualitas organoleptik secara signifikan.
Varnam dan Sutherland (1994) menambahkan,
ekstraksi merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan teh instan Pada
tahap ini
ekstraksi dilakukan dengan menggunakan air panas pada suhu sekitar 80 – 90
C, dengan sistem kontinyu. Setelah tahap
ekstraksi maka dilakukan proses pemisahan aroma aroma stripping yang melibatkan
inert gas seperti nitrogen. Tujuan dari
pemisahan aroma ini adalah untuk menjaga kualitas teh instan yang dihasilkan
karena efek pengolahan yang membuat aroma menjadi menyimpang. Pada tahapan akhir, komponen aroma akan
ditambahkan kembali pada konsentrat ekstrak. Tahap ketiga adalah penghilangan
krim tea cream processing yang bertujuan
untuk menghilangkan krim yang terbentuk pada
ekstrak teh karena adanya proses pendinginan, sehingga dapat membuat penampakan
yang kurang diterima oleh konsumen. Tahap keempat adalah pemekatan, dimana ekstrak teh tadi dipekatkan dengan
menggunakan evaporator dalam keadaan vakum untuk mencegah terjadinya kerusakan
akibat panas. Tahap akhir adalah pengeringan dengan menggunakan pengering
semprot. Pada tahap ini kehilangan aroma akibat suhu panas dapat dikurangi
dengan memekatkan teh hingga memiliki
konsentrasi padatan yang cukup tinggi sehingga waktu pengeringan akan semakin
singkat. Selain itu, kerusakan komponen
bioaktifnya pun dapat diminimalkan karena proses pengeringannya singkat dan
bahan tidak kontak langsung dengan medium pemanas
dalam waktu yang lama.
Untuk
mengetahui standar mutu teh instan dapat dilihat pada tabel 1 (SNI
01-7707-2011)
Tabel 1. Standar Mutu Teh Instan
menurut SNI (Standar Nasional Indonesia)
|
Uraian
|
Satuan
|
Persyaratan
|
|
Keadaan
|
|
|
|
Bau
|
|
Normal
|
|
Rasa
|
|
Normal
|
|
Bahan
Pewangi yang tersisa
|
%
bobot
|
Maks 2
|
|
Air
|
%
bobot
|
Maks
8
|
|
Abu
|
%
bobot
|
4
– 7
|
|
Pewarna
|
|
Sesuai SNI 0222-1995
|
|
Cemaran logam :
|
|
|
|
Timbal (Pb)
|
mg/kg
|
Maks
2,0
|
|
Tembaga (Cu)
|
mg/kg
|
Maks
150
|
|
Arsen (As)
|
mg/kg
|
Maks
1
|
|
Seng (Zn)
|
|
Maks 40
|
|
Raksa (Hg)
|
|
Maks 0,03
|
|
Timah (Sn)
|
|
Maks 40
|
|
Pemeriksaan Mikrobiologi :
|
|
|
|
Angka Lempeng
Total
|
koloni/g
|
Maks.
3 x 103
|
|
Kapang
|
koloni/g
|
Maks.
1 x 104
|
|
Coliform
|
APM/g
|
Maks.
1 x 102
|
(SNI
01-7707-2011)
2.2.2 Kopi Instan
Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut
air tanpa meninggalkan endapan. Menurut Siswoputranto (1993), kopi instan
merupakan kopi yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) tanpa meninggalkan
ampas. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi
melalui tahap : penyangraian, penggilingan, ekstraksi, pengeringan, dan
pengemasan produk. Berdasarkan SNI 01-2983-1992, kopi instan adalah produk
kering yang mudah larut dalam air, diperoleh dengan mengekstrak biji tanaman
kopi yang telah disangrai, hanya dengan menggunakan air.
Keuntungan utama dari kopi instan adalah kopi instan
memungkinkan konsumen untuk membuat kopi tanpa peralatan lain selain cangkir
dan pengaduk, secepat memanaskan air. Beberapa pelanggan yang terbiasa
mengkonsumsi kopi instan, bahkan tidak mengenal rasa dari kopi yang diseduh
secara tradisional (Sumahamijaya 2011). Pengolahan kopi instan sangat
tergantung dari proses sebelumnya. Pada penggilingan, biji kopi yang berbeda
ukuran harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. (Ridwansyah,2009).
Untuk mengetahui standar mutu kopi instan dapat dilihat pada tabel 2 (SNI
01-2983-1992)
Tabel 2. Standar Mutu Kopi Instan
menurut SNI (Standar Nasional Indonesia)
|
Uraian
|
Satuan
|
Persyaratan
|
|
Keadaan
|
|
|
|
Bau
|
|
Normal
|
|
Rasa
|
|
Normal
|
|
Air
|
%
bobot
|
Maks
4
|
|
Abu
|
%
bobot
|
7
– 14
|
|
Kealkalian Abu
|
ml
1 N NaOH/100g
|
80
– 140
|
|
Kafein
|
%
bobot
|
2
– 8
|
|
Jumlah gula (sebagai gula
pereduksi)
|
%
bobot
|
Maks
10
|
|
Padatan yang tidak larut dalam
air
|
%
bobot
|
Maks
0,25
|
|
Cemaran logam :
|
|
|
|
Timbal (Pb)
|
mg/kg
|
Maks
2
|
|
Tembaga (Cu)
|
mg/kg
|
Maks
30
|
|
Arsen (As)
|
mg/kg
|
Maks
1
|
|
Pemeriksaan Mikrobiologi :
|
|
|
|
Kapang
|
koloni/g
|
Maks.
50
|
|
Jumlah
bakteri
|
koloni/g
|
Lebih
kecil dari 300
|
(SNI 01-2983-1992)
2.2.3 Air
Air adalah
suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H2O yang berikatan
secara kovalen, ikatan ini terbentuk akibat dari terikatnya electron secara
bersama. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat tiga macam bentuk
air, yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat, dan air sebagai
benda gas atau uap (Suryanta,2012). Air berubah dari suatu bentuk kebentuk yang
lainnya tergantung pada waktu dan tempat serta temperaturnya. Pemakaian air
secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air untuk keperluan
pembangkit energi, air untuk keperluan industri dan air untuk keperluan publik.
(Achmad, 2011).
Berikut
merupakan sifat fisik dan sifat kimia air menurut sciencelab, msds:
-
Bentuk fisik Liquid/cair
-
Tidak berbau
-
Memiliki berat molekul
18.02 gr/mol
-
Tidak berwarna
-
pH netral yaitu 7
-
memiliki titik didih 100oC
(212oF)
-
specific gravity 1
-
Berat jenis Uap 0.62 pada
tekanan 1 atm
-
Tekanan uap 2.3 kPa pada
kondisi suhu 20oC (Aziz, 2013)
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Evaporasi
Menurut Wirakartakusumah (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi proses
evaporasi terhadap kecepatan penguapan, perubahan komponen kimia bahan pangan
dan lainnya :
1.
Suhu dan Tekanan
Suhu
evaporasi berpengaruh pada kecepatan penguapan. Makin tinggi suhu evaporasi
maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Namun, penggunaan suhu yang tinggi
dapat menyebabkan beberapa bahan yang sensitive terhadap panas mengalami
kerusakan. Untuk memperkecil resiko
kerusakan tersebut maka suhu
evaporasi yang digunakan
harus rendah. Suhu
evaporasi dapat diturunkan
dengan menurunkan tekanan evaporator.
2.
Lama Evaporasi
Makin
tinggi suhu evaporasi maka penguapan
yang terjadi semakin cepat. Semakin
lama evaporasi yang terjadi maka semakin banyak zat gizi yang hilang dari bahan
pangan. Suhu evaporasi seharusnya dilakukan serendah mungkin dan waktu proses
juga dilakukan sesingkat mungkin
3.
Luas permukaan
Dengan
lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan bahan pangan
yang berhubungan langsung
dengan medium pemanasan dan lebih
banyak air yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi
semakin cepat. Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan
bahan pangan sensitive panas yang hilang dari bahan pangan.
4.
Jenis Bahan dan Viskositas Cairan
Jenis bahan
juga mempengaruhi teknik
evaporasi yang digunakan.
Seperti halnya pada pembuatan
sari buah yang
sangat pekat yang
cepat sekali meningkat viskositasnya ketika
dipanaskan, sehingga diperlukan
perlakuan khusus untuk menurunkan kekentalannya misalnya dengan
menggunakan teknik ultrasonic. Sebagian
jenis makanan ada yang mengandung komponen yang sangat korosif terhadap permukaan alat penukar
panas, sehingga sebaiknya menggunakan
bahan dari stainless
steel dalam pembuatan
alat evaporasi. Makin tinggi
viskositas cairan, tingkat sirkulasi akan menurun, sehingga menurunkan
koefisien transfer panas. Hal ini akan menghambat proses penguapan. Selama proses evaporasi viskositas larutan akan
mengalami kenaikan karena meningkatnya konsentrasi Larutan gula yang mengalami
proses evaporasi kadar airnya akan berkurang dan terjadi proses gula invert
(penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa). Berkurangnya air dalam
larutan gula menyebabkan jumlah padatan terlarutnya semakin besar sehingga
larutan menjadi kental (Winarno, 2002)
5.
Adanya kerak
Selama proses evaporasi adanya padatan yang tersuspensi dalam cairan akan menimbulkan kerak
pada evaporator. Adanya
kerak tersebut menyebabkan koefisien transfer
panas mengalami penurunan
sehingga proses penguapan terhambat.
BAB 3 METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1.
Beaker Glass 250ml
2.
Beaker Glass 500ml
3.
Neraca Digital
4.
Kertas
5.
Sendok
6.
Hot Plate
7.
Penggaris
8.
Tissue
3.1.2 Bahan
1.
Tea Jus
2.
Luwak White Koffie
3.
Air
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja
a. Evaporasi Perbedaan Konsentrasi

b. Skema Kerja Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan

3.2.2 Fungsi Perlakuan
a. Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
Pada
praktikum evaporasi perbedaan konsentrasi, dibutuhkan larutan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda yang bertujuan untuk mendapatkan pengaruh
konsentasi dengan hasil evaporasi. Bahan yang digunakan untuk membuat larutan
adalah tea jus, luwak white coffe dan air.
Perlakuan
yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan 3 beaker glass 250ml yang
diberi label sesuai konsentasi larutan. Lalu masing-masing beaker glass
ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mendapatkan berat dari setiap beaker
glass yang digunakan. Kemudian bahan (tea jus dan luwak white cofee)
ditimbang menggunakan neraca digital dan kertas masing-masing 10 gram, 20 gram
dan 30 gram penggunaan neraca digital agar penimbangan akurat dan didapat berat
bahan yang tepat. Kemudian tea jus dimasukkan ke dalam beaker glass sesuai
konsentasi yang digunakan. Perlakuan selanjutnya yaitu penambahan air pada beaker
glass masing-masing 90 ml, 80ml dan 70 ml. Penambahan air ini untuk
mendapatkan larutan yang memiliki konsentrasi masing-masing 10%, 20% dan 30%. Setelah
itu diaduk menggunakan sendok sampai tidak ada endapan yang berada dibawah, hal
ini bertujuan agar bahan benar-benar larut dalam air. Kemudian beaker glass
yang telah berisi larutan, ditimbang menggunkan neraca digital untuk
mendapatkan berat sample dan wadah awal. Setelah berat dari masing-masing beaker
glass didapatkan, dilakukan pemanasan terhadap masing-masing larutan sample
selama 15’ menggunakan hot plate. Pemanasan ini bertujuan untuk
mengevaporasi larutan sample. Setelah itu, masing-masing beaker glass ditimbang
kembali menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat sampel+ wadah
setelah evaporasi 15’. Pada saat penimbangan, harus diberi alas kertas agar
berat yang didapat konstan. Kemudian masing-masing beaker glass yang
berisi larutan sample tersebut, dipanaskan kembali selama 15’ menggunakan hot
plate. Pemanasan kedua kali ini untuk mendapatkan perbandingan evaporasi dengan
lama waktu yang berbeda. Setelah itu, masing-masing beaker glass
ditimbang kembali menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat sampel+
wadah setelah evaporasi 30’. Pada saat penimbangan, harus diberi alas kertas
agar berat yang didapat konstan. Perlakuan yang terakhir adalah perhitungan ∑
uap, konsentrasi produk dan neraca massa dengan menggunakan data yang telah
didapatkan.
b. Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Pada praktikum
evaporasi perbedaan luas permukaan, dibutuhkan wadah dengan diameter yang
berbeda-beda yang bertujuan untuk mendapatkan pengaruh luas permukaan dengan
hasil evaporasi. Bahan yang digunakan untuk membuat larutan adalah tea jus,
luwak white coffe dan air. Wadah yang digunakan adalah beakerglass 250ml dan
500ml.
Perlakuan yang
pertama kali dilakukan adalah menyiapkan 2 beaker glass dengan volume
250ml dan 500ml. Lalu masing-masing beaker glass ditimbang menggunakan
neraca analitik untuk mendapatkan berat dari setiap beaker glass yang
digunakan. Setelah itu masing-masing beaker glass diukur diameter bagian
bawahnya menggunakan penggaris, hal ini bertujuan untuk mendapatkan diameter
pada masing-masing beaker glass yang akan digunakan untuk mengitung luas
permukaan. Kemudian ditimbang 10 gram bahan (tea jus dan luwak white cofee)
ditimbang menggunakan neraca digital dan kertas sebanyak 2x penggunaan neraca
digital agar penimbangan akurat dan didapat berat bahan yang tepat. Kemudian bahan
(tea jus dan luwak white coffe) dimasukkan ke dalam masing-masing beaker glass
dan ditambahkan air sampai 100ml.
Penambahan air ini untuk mendapatkan larutan yang memiliki konsentrasi yang
sama, yaitu 10%. Setelah itu diaduk menggunakan sendok sampai tidak ada endapan
yang berada dibawah, hal ini bertujuan agar bahan benar-benar larut dalam air.
Kemudian masing-masing beaker glass yang telah berisi larutan, ditimbang
menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat air mula-mula. Setelah berat
dari masing-masing beaker glass didapatkan, dilakukan pemanasan terhadap
masing-masing larutan sampel selama 15’ menggunakan hot plate. Pemanasan
ini bertujuan untuk mengevaporasi larutan sampel. Setelah itu, masing-masing beaker
glass ditimbang kembali menggunakan neraca digital untuk mendapatkan berat air
setedlah evaporasi 15’. Pada saat penimbangan, harus diberi alas kertas agar
berat yang didapat konstan. Perlakuan yang terakhir adalah perhitungan kecepatan
penguapan dengan menggunakan data yang telah didapatkan.
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN
HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
|
Sample
|
Berat Wadah (g)
|
Berat Sample +
Wadah Awal (g)
|
Berat Sample +
Wadah Sesudah Evaporasi (g)
|
|
|
15’
|
15”
|
|||
|
Kopi
|
|
|
|
|
|
Larutan 10 : 90
|
100
|
195.6
|
194.2
|
189
|
|
Larutan 20 : 80
|
101.2
|
205.7
|
204.7
|
200
|
|
Larutan 30 : 70
|
67.2
|
162.8
|
162.5
|
160
|
|
Teajus
|
|
|
|
|
|
Larutan 10 : 90
|
102.7
|
203.6
|
201.7
|
196
|
|
Larutan 20 : 80
|
64.1
|
161.4
|
158.1
|
149.6
|
|
Larutan 30 : 70
|
63.5
|
161
|
158.9
|
152.4
|
4.1.2 Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
|
Pengamatan
|
Beaker glass 250 ml
|
Beaker glass 300 ml
|
|
Kopi
|
|
|
|
Berat air mula-mula
|
151.9 gr
|
286.5 gr
|
|
Berat air setelah penguapan (15’)
|
148.2 gr
|
282.3 gr
|
|
Tea jus
|
|
|
|
Berat air mula-mula
|
162.8 gr
|
296.3 gr
|
|
Berat air setelah penguapan (15’)
|
159.4 gr
|
293.7 gr
|
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Evaporasi
Perbedaan Konsentrasi
|
Sample
|
Berat Uap Air (g)
|
Konsentrasi Produk
(%)
|
||
|
15’
|
15”
|
15’
|
15”
|
|
|
Kopi
|
|
|
|
|
|
Larutan 10 : 90
|
1.4
|
5.2
|
10.62
|
11.24
|
|
Larutan 20 : 80
|
1
|
4.7
|
19.32
|
20.24
|
|
Larutan 30 : 70
|
0.3
|
2.5
|
31.48
|
32.33
|
|
Teajus
|
|
|
|
|
|
Larutan 10 : 90
|
1,9
|
5.7
|
10.1
|
10.7
|
|
Larutan 20 : 80
|
6
|
8.5
|
21.27
|
23.39
|
|
Larutan 30 : 70
|
2.1
|
6.5
|
31.44
|
33.74
|
4.1.2 Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
|
Pengamatan
|
Beaker glass 250 ml
|
Beaker glass 300 ml
|
|
Kopi
|
|
|
|
Luas permukaan (cm2)
|
15.90
|
38.47
|
|
Kecepatan penguapan (g/menit)
|
0.25
|
0.28
|
|
Teajus
|
|
|
|
Luas permukaan (cm2)
|
19.625
|
33.16625
|
|
Kecepatan penguapan (g/menit)
|
0.226
|
0.173
|
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Evaporasi Perbedaan Konsentrasi
Dari praktikum
evaporasi Perbedaan Konsentrasi, praktikan diminta untuk membuat neraca massa,
menghitung berat uap air dan konsentrasi
produk yang dihasilkan. Untuk pembuatan neraca massa menggunakan rumus:
Berat bahan
yang masuk = Berat bahan yang keluar
Feed = (produk + uap).
Untuk menghitung berat uap air,
menggunakan rumus:
mv
= (berat akhir-berat awal)g
Untuk menghitung konsentrasi
produk sesudah evaporasi, menggunakan rumus:
Xp
= Berat solid x 100%
Berat
(air+ solid)
a.
Kopi Instan
Bahan pertama
yang diuji adalah kopi instan dengan merk “luwak white koffie”. Bahan
dilarutkan dengan air dan divariasi konsentrasinya mulai dari 10%, 20% dan 30%.
Beaker glass yang digunakan pada larutan konsentrasi 10% ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan
didapatkan berat 100 gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan
ditimbang, berat yang didapat sebesar 195,6 gr. Dari data tersebut digunakan
untuk mengetahui berat larutan (feed) 10%, dan didapatkan hasil sebesar 95,6
gr. Setelah itu sampel dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah
evaporasi, didapatkan berat sebesar 194,2 gr. Dari data tersebut digunakan
untuk mengetahui berat produk (15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 94,2 gr.
Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan
untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 1,4 gr sebagai berat uap
air pada evaporasi 15’ larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada
evaporasi 15’ larutan 10% adalah 10,62 g%. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi
dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat sebesar 189 gr. Dari
data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan
didapatkan hasil 89 gr. Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk
(15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil
sebesar 5,2 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15” larutan 10%.
Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15” larutan 10% adalah 11,24
%.
Pada larutan
konsentrasi 20%, beaker glass yang
digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 101,2
gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 20% dan ditimbang, berat yang
didapat sebesar 205,7 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat
larutan (feed) 20%, dan didapatkan hasil sebesar 104,5 gr. Setelah itu sampel
dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat
sebesar 204,7 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk
(15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 103,5 gr. Selisih antara berat larutan
(feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan
didapatkan hasil sebesar 1 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan
20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 20% adalah
19,32 g%. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah
evaporasi, didapatkan berat sebesar 200 gr. Dari data tersebut digunakan untuk
mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 98,8 gr. Selisih
antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk
menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 4,7 gr sebagai berat uap air
pada evaporasi 15” larutan 20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada
evaporasi 15” larutan 20% adalah 20,24 %.
Pada larutan
konsentrasi 30%, beaker glass yang
digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 67,2
gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 30% dan ditimbang, berat yang didapat
sebesar 162,8 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat larutan
(feed) 30%, dan didapatkan hasil sebesar 95,6 gr. Setelah itu sampel
dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat
sebesar 162,5 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk
(15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 95,3 gr. Selisih antara berat larutan
(feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan
didapatkan hasil sebesar 0,3 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’
larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 30%
adalah 31,48 %. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah
evaporasi, didapatkan berat sebesar 160 gr. Dari data tersebut digunakan untuk
mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 92,8 gr. Selisih
antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk
menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 2,5 gr sebagai berat uap air
pada evaporasi 15” larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada
evaporasi 15” larutan 30% adalah 32,33 %.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin lama waktu evaporasi yang
dilakukan maka semakin tinggi konsentrasi larutan yang didapat. Hal ini sejalan
dengan Wirakartakusumah
(1989) yang menyatakan semakin lama evaporasi yang terjadi maka semakin pekat
larutan yang dihasilkan. waktu pemanasan akan mempengaruhi penguapan air dari
larutan, sehingga semakin lama waktu evaporasi yang digunakan akan menyebabkan
konsentrasi larutan semakin tinggi.
b.
Teh Instan
Bahan kedua
yang diuji adalah teh instan dengan merk “tea jus”. Bahan dilarutkan dengan air
dan divariasi konsentrasinya mulai dari 10%, 20% dan 30%. Beaker glass yang
digunakan pada larutan konsentrasi 10%
ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 102,7 gr.
Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang, berat yang
didapat sebesar 203,6 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat
larutan (feed) 10%, dan didapatkan hasil sebesar 109,9 gr. Setelah itu sampel
dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat
sebesar 201,7 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk
(15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 99 gr. Selisih antara berat larutan (feed)
dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan
didapatkan hasil sebesar 1,9 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’
larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 10%
adalah 10,1 g%. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah
evaporasi, didapatkan berat sebesar 196 gr. Dari data tersebut digunakan untuk
mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 93,3 gr. Selisih
antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk
menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 5,7 gr sebagai berat uap air
pada evaporasi 15” larutan 10%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada
evaporasi 15” larutan 10% adalah 10,7 %.
Pada larutan
konsentrasi 20%, Beaker glass yang
digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 64,1
gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 20% dan ditimbang, berat yang
didapat sebesar 161,4 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat
larutan (feed) 20%, dan didapatkan hasil sebesar 100 gr. Setelah itu sampel
dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat
sebesar 158,1 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk
(15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 94 gr. Selisih antara berat larutan (feed)
dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan
didapatkan hasil sebesar 6 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’ larutan
20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 20% adalah
21,27 %. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah
evaporasi, didapatkan berat sebesar 149,6 gr. Dari data tersebut digunakan
untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 85,5 gr.
Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan
untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 8,5 gr sebagai berat uap
air pada evaporasi 15” larutan 20%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada
evaporasi 15” larutan 20% adalah 23,39 %.
Pada larutan
konsentrasi 30%, Beaker glass yang
digunakan ditimbang untuk mendapatkan berat wadah, dan didapatkan berat 63,5
gr. Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 30% dan ditimbang, berat yang
didapat sebesar 161 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat
larutan (feed) 30%, dan didapatkan hasil sebesar 97,5 gr. Setelah itu sampel
dievaporasi selama 15’ dan ditimbang berat sesudah evaporasi, didapatkan berat
sebesar 158,9 gr. Dari data tersebut digunakan untuk mengetahui berat produk
(15’ evaporasi) dan didapatkan hasil 95,4 gr. Selisih antara berat larutan
(feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan untuk menghitung uap air, dan
didapatkan hasil sebesar 2,1 gr sebagai berat uap air pada evaporasi 15’
larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada evaporasi 15’ larutan 30%
adalah 31,44 %. Evaporasi dilakukan selama 15’ lagi dan ditimbang berat sesudah
evaporasi, didapatkan berat sebesar 152,4 gr. Dari data tersebut digunakan
untuk mengetahui berat produk (15” evaporasi) dan didapatkan hasil 88,9 gr.
Selisih antara berat larutan (feed) dan berat produk (15’ evaporasi) digunakan
untuk menghitung uap air, dan didapatkan hasil sebesar 6,5 gr sebagai berat uap
air pada evaporasi 15” larutan 30%. Konsentrasi produk yang dihasilkan pada
evaporasi 15” larutan 30% adalah 33,74 %.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin lama waktu evaporasi yang
dilakukan maka semakin tinggi konsentrasi larutan yang didapat. Hal ini sejalan
dengan Wirakartakusumah
(1989) yang menyatakan semakin lama evaporasi yang terjadi maka semakin pekat
larutan yang dihasilkan. waktu pemanasan akan mempengaruhi penguapan air dari
larutan, sehingga semakin lama waktu evaporasi yang digunakan akan menyebabkan
konsentrasi larutan semakin tinggi.
5.2 Evaporasi Perbedaan Luas Permukaan
Dari praktikum
evaporasi perbedaan luas permukaan, praktikan diminta untuk menghitung
kecepatan penguapan yang dipengaruhi oleh luas permukaan. Wadah yang digunakan
yaitu beaker glass dengan volume 250ml dan 500ml. Dan bahan yang digunakan
yaitu kopi instan “luwak white koffie” dan teh instan “tea jus”. Untuk menghitung luas permukaan beaker glass,
menggunakan rumus:
Luas = π r2
Untuk menghitung kecepatan
evaporasi, menggunakan rumus:
Kecepatan
evaporasi = Berat
awal - Berat akhir x 100%
Waktu (menit)
a.
Kopi Instan
Bahan pertama
yang diuji adalah kopi instan dengan merk “Luwak White Koffie”. Beaker glass
250 ml diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk mendapatkan diameter
nya yaitu 4,5 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunakan untuk menghitung luas
permukaan dan didapatkan hasil sebesar 15,896 cm2. Kemudian beaker
glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui berat air
mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 151,9 gr. Setelah dilakukan penguapan
(evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat air
setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 148,2 gr. Dari data tersebut
dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 250 ml dan
didapatkan hasil sebesar 0,25 gr/mnt.
Pada beaker
glass 500 ml, beaker glass diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk
mendapatkan diameter nya yaitu 7 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunakan
untuk menghitung luas permukaan dan didapatkan hasil sebesar 38,456 cm2.
Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui
berat air mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 286,5 gr. Setelah dilakukan
penguapan (evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat
air setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 282,3 gr. Dari data tersebut
dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 500 ml dan
didapatkan hasil sebesar 0,28 gr/mnt.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin luas
permukaan yang terkena panas maka semakin cepat penguapan (evaporasi) yang
terjadi. Hal ini sejalan dengan Wirakartakusumah (1989) yang menyatakan bahwa dengan lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan
bahan pangan yang berhubungan langsung
dengan medium pemanasan dan lebih
banyak air yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi
semakin cepat. Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan
bahan pangan sensitive panas yang hilang dari bahan pangan.
b.
Teh Instan
Bahan kedua
yang diuji adalah teh instan dengan merk “Tea Jus”. Beaker glass 250 ml diukur
terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk mendapatkan diameter nya yaitu 5
cm. Dari diameter tersebut, dapat digunkan untuk menghitung luas permukaan dan
didapatkan hasil sebesar 19,625 cm2. Kemudian beaker glass diisi
dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui berat air mula-mula, dan
didapatkan hasil sebesar 162,8 gr. Setelah dilakukan penguapan (evaporasi)
selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat air setelah penguapan
dan didapatkan hasil sebesar 159,4 gr. Dari data tersebut dilakukan
penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 250 ml dan didapatkan hasil
sebesar 0,226 gr/mnt.
Pada beaker
glass 500 ml, beaker glass diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris untuk
mendapatkan diameter nya yaitu 6,5 cm. Dari diameter tersebut, dapat digunkan
untuk menghitung luas permukaan dan didapatkan hasil sebesar 33,16625 cm2.
Kemudian beaker glass diisi dengan larutan 10% dan ditimbang untuk mengetahui
berat air mula-mula, dan didapatkan hasil sebesar 296,3 gr. Setelah dilakukan
penguapan (evaporasi) selama 15’, beaker glass ditimbang untuk mengetahui berat
air setelah penguapan dan didapatkan hasil sebesar 293,7 gr. Dari data tersebut
dilakukan penghitungan kecepatan penguapan pada beaker glass 500 ml dan
didapatkan hasil sebesar 0,173 gr/mnt.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin luas
permukaan yang terkena panas maka semakin lambat penguapan (evaporasi) yang
terjadi. Hal ini berbeda dengan Wirakartakusumah (1989) yang menyatakan bahwa dengan lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan
bahan pangan yang berhubungan langsung
dengan medium pemanasan dan lebih
banyak air yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi
semakin cepat. Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan
bahan pangan sensitive panas yang hilang dari bahan pangan. Hal ini diduga karena
pengaruh permukaan yang tidak mengenai pemanas dengan rata, serta pengadukan
belum optimal sehingga masih ada endapan.
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari praktikum yang kami lakukan
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Evaporasi merupakan proses
pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut.
Evaporasi bertujuan untuk
meningkatkan larutan sebelum proses
lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air Aw
2. Faktor yang mempengaruhi evaporasi antara lain waktu evaporasi dan luas
permukaan. Semakin lama waktu evaporasi yang dilakukan maka semakin besar
konsentrasi larutan yang didapatkan. Dan semakin luas permukaan yang mengenai
pemanas maka semakin cepat laju evaporasi yang terjadi.
6.2 Saran
Sebaiknya
dijelaskan literatur apa saja yang harus dimasukkan ke dalam laporan, sehingga
praktikan dapat mengerti pengaruh perlakuan terhadap hasil praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad, F. M.
2011. Menyiasati Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Pertanian Masa Depan.
Buletin Iptek Tanaman Pangan, 3-5.
Aziz, T. 2013.
Pengaruh Penambahan Tawas Al2(SO4)3 dan
Kaporit Ca(OCl)2 Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Air Sungai
Lambidaro. Jurnal Teknik Kimia, 6-11.
Ciptadi, W. dan
M.Z. Nasution. 1987. Pemanfaatan Teh hitam Mutu Rendah Untuk Pembuatan Teh
Dadak. Kanisius. Yogyakarta : Kanisius
Haryadi. 2014. Evaporator.
Yogyakarta : Kanisius.
Praptiningsih,
Yhulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan UNEJ
Ridwansyah.
2009. Pengolahan Kopi. Sumatera Utara : Digital Library. Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Siswoputranto
PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Jakarta : Kanisius.
SNI 01-07707.
2011. Standar Nasional Indonesia untuk Teh. Jakarta : Departemen
Perindustrian dan Perdagangan.
SNI 01-2983.
1992. Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Instan. Jakarta : Departemen
Perindustrian dan Perdagangan.
Sumahamijaya I.
2011. CHE Around Us : Instant Coffee. Gramedia. Jakarta
Supriatna, A.
2008. Uji Performansi Dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Bogor :
IPB
Suryanta. 2012.
Pengolahan Air Sumur Untuk Bahan BAku Air Minum. Water Treatment, 1-12.
Tejasari. 2005. Nilai-Gizi
Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Varnam A. H. And
Sutherland P. J. 1994. Beverages Technology, Chemistry and Microbiology.
London : Chapman & Hall.
Willson, K.C.
dan M.N. Clifford. 1992. Tea Cultivation to Consumption. London :
Chapman and Hall.
Winarno, F. G.
2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Wirakartakusumah,
dkk. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan IPB
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Acara 2. Evaporasi Perbedaan Luas
Permukaan
·
Teh Instan
-
Luas Permukaan Beaker Glass
Diketahui : - beaker glass 250 ml
diameter
= 5 cm
jari-jari
= 2,5 cm
- beaker glass 500 ml
diameter
= 6,5 cm
jari-jari
= 3,25 cm
Ditanyakan : a. luas permukaan beaker glass 250 ml
b.
luas permukaan beaker glass 500 ml
Jawab :
a.
Luas permukaan beaker glass
250 ml = 
= 3,14 x (2.5)2
= 3,14 x 6,25
= 19,625 cm2
b.
Luas permukaan beaker glass
500 ml = 
= 3,14 x (3,25)2
= 3,14 x 10,5625
= 33,16625 cm2
-
Kecepatan evaporasi
Diketahui : - beaker glass 250 ml
berat
air mula mula = 162,8 gram
berat
air setelah penguapan = 159,4 gram
- beaker glass 500 ml
berat
air mula mula = 296,3 gram
berat
air setelah penguapan = 293,7 gram
-
waktu = 15 menit
Ditanyakan : a. kecepatan evaporasi pada beaker glass 250 ml
b.
kecepatan evaporasi pada beaker glass 500 ml
Jawab :
a.
Kecepatan evaporasi pada
beaker glass 250 ml
= 
= 
= 
= 0,226 gram / menit
b.
Kecepatan evaporasi pada
beaker glass 500 ml
= 
= 
= 0,173 gram / menit
·
Kopi Instan
-
Luas Permukaan Beaker Glass
Diketahui : - beaker glass 250 ml
diameter
= 4,5 cm
jari-jari
= 2,25 cm
- beaker glass 500 ml
diameter
= 7 cm
jari-jari
= 3,5 cm
Ditanyakan : a. luas permukaan beaker glass 250 ml
b.
luas permukaan beaker glass 500 ml
Jawab :
c.
Luas permukaan beaker glass
250 ml = 
= 3,14 x (2.25)2
= 3,14 x 5,0625
= 15,896 cm2
d.
Luas permukaan beaker glass
500 ml = 
= 3,14 x (3,5)2
= 3,14 x 12,25
= 38,456 cm2
-
Kecepatan evaporasi
Diketahui : - beaker glass 250 ml
berat
air mula mula = 151,9 gram
berat
air setelah penguapan = 148,2 gram
- beaker glass 500 ml
berat
air mula mula = 286,5 gram
berat
air setelah penguapan = 282,3 gram
-
waktu = 15 menit
Ditanyakan : a. kecepatan evaporasi pada beaker glass 250 ml
b.
kecepatan evaporasi pada beaker glass 500 ml
Jawab :
c.
Kecepatan evaporasi pada
beaker glass 250 ml
= 
= 
= 
= 0,25 gram / menit
d.
Kecepatan evaporasi pada
beaker glass 500 ml
= 
= 
= 
Komentar
Posting Komentar